Kamis, 03 Januari 2013

GURU PROFESIONAL


Guru yang profesional adalah guru yang senang belajar dan meningkatkan diri
Jika anda diminta memilih sebuah analogi atau persamaan profesi guru, anda pilih yang mana, apakah lilin yang menerangi lingkungan sekitar atau sebuah teko yang menuangkan air. Keduanya sama-sama menariknya, saya lebih memilih falsafah guru sebagai teko yang memberikan air pada gelas-gelas yang kosong. Jika falsafah itu yang dipilih itu berarti sebagai guru, diri kita ini tidak boleh ‘kosong’ karena jika itu terjadi apa yang bisa kita berikan pada gelas (murid) kita yang memerlukan bantuan kita sebagai guru dalam hal pengetahuan dan ilmu baru. Ini berarti guru mesti mau dan gemar belajar kembali, agar hal yang ia berikan pada siswa adalah hal yang baru.
Saat ini ada sebutan yang sudah mulai lazim digunakan yaitu Professional development atau PD. Istilah tersebut mengacu pada cara guru atau lembaga meningkatkan dirinya sendiri lewat pelatihan dan lain lain. Semuanya mengacu pada satu proses ‘guru belajar kembali’. Sayangnya banyak sekolah masih menjadikan proses ini sebagai proses yang mahal, misalnya pelatihannya di tempat wisata atau dikemas dalam bentuk studi banding ke luar negeri. Jika dana tersedia atau sekolah kuat dalam pembiayaan tidak menjadi masalah saja, sayangnya acuannya cuma dana jadinya tidak ada dana tidak ada peningkatan kompetensi guru.
Berikut adalah beberapa prinsip cara guru meningkatkan kompetensinya sendiri.
  • Lakukan kegiatan peningkatan kompetensi dengan banyak cara dan metode
Siapa saja jadi presenternya, asal sesuai topik . Guru belajar lagi itu keharusan dan belajar bisa dari siapa saja yang penting ilmu bertambah. Belajar bisa dari guru senior, guru yunior, murid sendiri, atau dari kepala sekolah. Sekarang pelatihan/peningkatan kompetensi guru bisa dilakukan kapan saja, pulang sekolah 1 jam pun cukup, asal rutin, paling lama adalah 2 minggu sekali. Alternatif pelaksanaan Pelatihan kompetensi guru bisa macam2, dari acara bedah buku, sampai lihat film pendidikan bersama lalu dibahas sebagai diskusi antar professional. Alternatif lain, jika ada teman yang baru studi banding atau menghadiri presentasi bisa diminta presentasi.
  • Singkirkan dulu alasan-alasan, mulai perbanyak sebab kenapa sebagai guru kita mesti belajar lagi
Banyak guru senior menolak untuk belajar, dengan alasan ‘buat apa saya belajar lagi toh saya sudah mau pensiun?’ Naah menurut saya saatnya guru muda tampil beri contoh, dampingi. Jangan salah bukan hanya guru senior, guru yunior pun banyak yang malas, alasannya ‘bikin (menambah) pekerjaan aja’. Guru belajar lagi? pastinya menambah kerjaan, tapi faedahnya, murid senang, guru juga karena murid lebih enjoy saat dia mengajar. Sudah bukannya jamannya lagi, guru disuruh atasan (atau cari sertifikat) baru mau belajar. Memang pernah ada suatu masa penataran/seminar/workshop jadi ajang mencari sertifikat, apapun temanya mau nyambung atau tidak dengan bidang si guru akan diikuti sepanjang ada sertifikatnya.
  • Biarkan guru memilih topik pelatihan
Sekarang topik pelatihan guru, bisa di vote, kepala sekolah tanya guru mau pelatihan apa?   Gunakan teknologi pakai situs surveymonkey untuk voting. Sebuah topic yang diminati akan banyak mendapatkan pemilih. Tugas kepala sekolah untuk mencarikan pembicara atau orang yang ahli. Bisa dari guru yang berasal dari sekolahnya sendiri, bisa juga dari luar yang berkompeten.  Banyak contoh yang membuktikan jika guru diminta memilih topic maka ia akan senang dan semangat mengikuti pelatihan. Sebaliknya model pembinaan guru yang temanya diambil dari yang lagi populer, cuma membuat guru sadar sejenak habis itu lupa
  • Dalam mencari pembicara pelatihan kompetensi guru, jangan silau pada gelar akademis, cari orang yang bisa mengajarkan guru hal yang aplikatif.
Saya sering mendengar keluhan dari teman-teman guru yang hadir pada seminar atau pelatihan untuk guru. “Tema seminarnya sih ok, dan pembicaranya pun hebat-hebat dari universitas ternama”, begitu biasanya mereka katakan namun saat saya tanyakan apa yang bisa diterapkan dikelas, rekan saya itu kebingungan. Hal ini sangat wajar karena pembicara yang berasal dari akademisi biasanya berbicara dalam tataran konsep. Sebuah hal yang walaupun diperlukan namun kurang bisa langsung diterapkan oleh guru. Saran saya carilah orang yang bisa mengajarkan pengetahuan dan mengajarkannya secara aplikatif. Dijamin guru akan mengajar dengan cara yang baru karena guru haus akan tips dan trik terbaru dalam mengajar.
  • Gunakan social media sebagai sarana peningkatan kompetensi
Menggunakan sosial media untuk peningkatan kompetensi guru, pasti bisa. Banyak sekali cara meningkatkan diri lewat social media, silahkan bergabung di halaman Facebook organisasi guru, di situ ada banyak diskusi    yang mencerahkan soal pendidikan. Di twitter ada obrolan #twitedu dan #gurarutalk yang temanya berganti setiap minggu. Disana banyak pendidik dari seluruh Indonesia berbincang dan berdiskusi. Jika anda sudah punya akun di twitter ikuti orang yang cocok untuk peningkatan kompetensi yang anda butuhkan, coba untuk berinteraksi dijamin mereka akan reply dan dengan senang hati berbagi pengetahuan.

KOMPETENSI GURU PROFESIONAL


Hanya sekedar mengingatkan buat rekan-rekan guru setanah air, karena pasti sebagian besar guru sudah mengetahui tentang empat standar kompetensi yang wajib dimiliki oleh seorang guru. Terlebih saat sekatang ini sudah hampir setengah dari jumlah guru di Indonesia sudah mempunyai sertifikat sertifikasi. Ini artinya mereka sudah lulus sebagai seorang guru profesional yang tentunya keempat kompetensi guru tersebut harus selalu di laksanakan di dalam kesehariannya dalam melaksanakan tugas.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Menurut Finch & Crunkilton, (1992: 220) Menyatakan “Kompetencies are those taks, skills, attitudes, values, and appreciation thet are deemed critical to successful employment”. Pernyataan ini mengandung makna bahwa kompetensi meliputi tugas, keterampilan, sikap, nilai, apresiasi diberikan dalam rangka keberhasilan hidup/penghasilan hidup. Hal tersebut dapat diartikan bahwa kompetensi merupakan perpaduan antara pengetahuan, kemampuan, dan penerapan dalam melaksanakan tugas di lapangan kerja.
Kompetensi guru terkait dengan kewenangan melaksanakan tugasnya, dalam hal ini dalam menggunakan bidang studi sebagai bahan pembelajaran yang berperan sebagai alat pendidikan, dan kompetensi pedagogis yang berkaitan dengan fungsi guru dalam memperhatikan perilaku peserta didik belajar (Djohar, 2006 : 130).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kompetensi guru adalah hasil dari penggabungan dari kemampuan-kemampuan yang banyak jenisnya, dapat berupa seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam menjalankan tugas keprofesionalannya. Menurut Suparlan (2008:93) menambahkan bahwa standar kompetensi guru dipilah ke dalam tiga komponen yang saling berkaitan, yaitu pengelolaan pembelajaran, pengembangan profesi, dan penguasaan akademik.
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, adapun macam-macam kompetensi yang harus dimiliki oleh tenaga guru antara lain: kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional dan sosial yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru.
1)      Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik meliputi pemahaman guru terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Secara rinci setiap subkompetensi dijabarkan menjadi indikator esensial sebagai berikut;
  • Memahami peserta didik secara mendalam memiliki indikator esensial: memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif; memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip kepribadian; dan mengidentifikasi bekal ajar awal peserta didik.
  • Merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran memiliki indikator esensial: memahami landasan kependidikan; menerapkan teori belajar dan pembelajaran; menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar; serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih.
  • Melaksanakan pembelajaran memiliki indikator esensial: menata latar (setting) pembelajaran; dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.
  • Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran memiliki indikator esensial: merancang dan melaksanakan evaluasi (assessment) proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode; menganalisis hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery learning); dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum.
  • Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensinya, memiliki indikator esensial: memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi akademik; dan memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi nonakademik.
2)      Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Secara rinci subkompetensi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
  • Kepribadian yang mantap dan stabil memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma hukum; bertindak sesuai dengan norma sosial; bangga sebagai guru; dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma.
  • Kepribadian yang dewasa memiliki indikator esensial: menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai guru.
  • Kepribadian yang arif memiliki indikator esensial: menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat serta menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.
  • Kepribadian yang berwibawa memiliki indikator esensial: memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani.
  • Akhlak mulia dan dapat menjadi teladan memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma religius (iman dan taqwa, jujur, ikhlas, suka menolong), dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.
3)      Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Kompetensi ini memiliki subkompetensi dengan indikator esensial sebagai berikut:
  • Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik memiliki indikator esensial: berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik.
  • Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan.
  • Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.
4)      Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap stuktur dan metodologi keilmuannya. Setiap subkompetensi tersebut memiliki indikator esensial sebagai berikut:
  • Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi memiliki indikator esensial: memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi ajar; memahami hubungan konsep antar mata pelajaran terkait; dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.
  • Menguasai struktur dan metode keilmuan memiliki indikator esensial menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk memperdalam pengetahuan/materi bidang studi.
Keempat kompetensi tersebut di atas bersifat holistik dan integratif dalam kinerja guru. Oleh karena itu, secara utuh sosok kompetensi guru meliputi (a) pengenalan peserta didik secara mendalam; (b) penguasaan bidang studi baik disiplin ilmu (disciplinary content) maupun bahan ajar dalam kurikulum sekolah (c) penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik yang meliputi perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi proses dan hasil belajar, serta tindak lanjut untuk perbaikan dan pengayaan; dan (d) pengembangan kepribadian dan profesionalitas secara berkelanjutan. Guru yang memiliki kompetensi akan dapat melaksanakan tugasnya secara profesional (Ngainun Naim, 2009:60).