Guru yang profesional adalah guru yang senang belajar dan
meningkatkan diri
Jika anda diminta memilih sebuah
analogi atau persamaan profesi guru, anda pilih yang mana, apakah lilin yang
menerangi lingkungan sekitar atau sebuah teko yang menuangkan air. Keduanya
sama-sama menariknya, saya lebih memilih falsafah guru sebagai teko yang
memberikan air pada gelas-gelas yang kosong. Jika falsafah itu yang dipilih itu
berarti sebagai guru, diri kita ini tidak boleh ‘kosong’ karena jika itu
terjadi apa yang bisa kita berikan pada gelas (murid) kita yang memerlukan
bantuan kita sebagai guru dalam hal pengetahuan dan ilmu baru. Ini berarti guru
mesti mau dan gemar belajar kembali, agar hal yang ia berikan pada siswa adalah
hal yang baru.
Saat ini ada sebutan yang sudah
mulai lazim digunakan yaitu Professional development atau PD. Istilah tersebut
mengacu pada cara guru atau lembaga meningkatkan dirinya sendiri lewat
pelatihan dan lain lain. Semuanya mengacu pada satu proses ‘guru belajar
kembali’. Sayangnya banyak sekolah masih menjadikan proses ini sebagai proses
yang mahal, misalnya pelatihannya di tempat wisata atau dikemas dalam bentuk
studi banding ke luar negeri. Jika dana tersedia atau sekolah kuat dalam
pembiayaan tidak menjadi masalah saja, sayangnya acuannya cuma dana jadinya
tidak ada dana tidak ada peningkatan kompetensi guru.
Berikut adalah beberapa prinsip cara guru meningkatkan
kompetensinya sendiri.
- Lakukan kegiatan peningkatan kompetensi dengan banyak cara dan metode
Siapa saja jadi presenternya, asal sesuai
topik . Guru belajar lagi itu keharusan dan belajar bisa dari siapa saja yang
penting ilmu bertambah. Belajar bisa dari guru senior, guru yunior, murid
sendiri, atau dari kepala sekolah. Sekarang pelatihan/peningkatan kompetensi
guru bisa dilakukan kapan saja, pulang sekolah 1 jam pun cukup, asal rutin,
paling lama adalah 2 minggu sekali. Alternatif pelaksanaan Pelatihan kompetensi
guru bisa macam2, dari acara bedah buku, sampai lihat film pendidikan bersama
lalu dibahas sebagai diskusi antar professional. Alternatif lain, jika ada
teman yang baru studi banding atau menghadiri presentasi bisa diminta
presentasi.
- Singkirkan dulu alasan-alasan, mulai perbanyak sebab kenapa sebagai guru kita mesti belajar lagi
Banyak guru senior menolak untuk
belajar, dengan alasan ‘buat apa saya belajar lagi toh saya sudah mau pensiun?’
Naah menurut saya saatnya guru muda tampil beri contoh, dampingi. Jangan salah
bukan hanya guru senior, guru yunior pun banyak yang malas, alasannya ‘bikin
(menambah) pekerjaan aja’. Guru belajar lagi? pastinya menambah kerjaan, tapi
faedahnya, murid senang, guru juga karena murid lebih enjoy saat dia mengajar. Sudah
bukannya jamannya lagi, guru disuruh atasan (atau cari sertifikat) baru mau
belajar. Memang pernah ada suatu masa penataran/seminar/workshop jadi ajang
mencari sertifikat, apapun temanya mau nyambung atau tidak dengan bidang si
guru akan diikuti sepanjang ada sertifikatnya.
- Biarkan guru memilih topik pelatihan
Sekarang topik pelatihan guru, bisa
di vote, kepala sekolah tanya guru mau pelatihan apa? Gunakan
teknologi pakai situs surveymonkey untuk voting. Sebuah topic yang diminati
akan banyak mendapatkan pemilih. Tugas kepala sekolah untuk mencarikan
pembicara atau orang yang ahli. Bisa dari guru yang berasal dari sekolahnya sendiri,
bisa juga dari luar yang berkompeten. Banyak contoh yang membuktikan jika
guru diminta memilih topic maka ia akan senang dan semangat mengikuti
pelatihan. Sebaliknya model pembinaan guru yang temanya diambil dari yang lagi
populer, cuma membuat guru sadar sejenak habis itu lupa
- Dalam mencari pembicara pelatihan kompetensi guru, jangan silau pada gelar akademis, cari orang yang bisa mengajarkan guru hal yang aplikatif.
Saya sering mendengar keluhan dari
teman-teman guru yang hadir pada seminar atau pelatihan untuk guru. “Tema
seminarnya sih ok, dan pembicaranya pun hebat-hebat dari universitas ternama”,
begitu biasanya mereka katakan namun saat saya tanyakan apa yang bisa
diterapkan dikelas, rekan saya itu kebingungan. Hal ini sangat wajar karena pembicara
yang berasal dari akademisi biasanya berbicara dalam tataran konsep. Sebuah hal
yang walaupun diperlukan namun kurang bisa langsung diterapkan oleh guru. Saran
saya carilah orang yang bisa mengajarkan pengetahuan dan mengajarkannya secara
aplikatif. Dijamin guru akan mengajar dengan cara yang baru karena guru haus
akan tips dan trik terbaru dalam mengajar.
- Gunakan social media sebagai sarana peningkatan kompetensi
Menggunakan sosial media untuk
peningkatan kompetensi guru, pasti bisa. Banyak sekali cara meningkatkan diri
lewat social media, silahkan bergabung di halaman Facebook organisasi guru, di
situ ada banyak diskusi yang mencerahkan soal pendidikan. Di
twitter ada obrolan #twitedu dan #gurarutalk yang temanya berganti setiap
minggu. Disana banyak pendidik dari seluruh Indonesia berbincang dan
berdiskusi. Jika anda sudah punya akun di twitter ikuti orang yang cocok untuk
peningkatan kompetensi yang anda butuhkan, coba untuk berinteraksi dijamin
mereka akan reply dan dengan senang hati berbagi pengetahuan.